Pagi hari yang
cerah di bulan Oktober tak membuat Fanya semangat sedikit pun. Ia bangun dengan
wajah yang lesu. Dengan langkah malas ia bersiap-siap ke kampus. Hanya dengan
waktu 15 menit, Fanya sudah siap berangkat ke kampusnya, Politeknik Negeri
Jakarta. Tak seperti gadis lain seumurannya yang selalu rapi ke kampus, Fanya
hanya mengandalkan kaus dan celana jeansnya,
flatshoes, serta ikatan rambut yang
asal-asalan. Lalu, ia memulai perjalanannya pagi ini ke kampus.
“Fan!!!” panggil
Tara, teman satu Program Studi (Prodi) Fanya, yaitu Prodi Jurnalistik.
“Hm?” jawab Fanya
tanpa menoleh pada Tara yang sedang berlari mengejarnya.
“Yeh, kenapa sih?!
Kok bete banget?!” tanya Tara dengan napas terengah-engah.
“Masih aja nanya,
Tar,” jawab Fanya ketus.
“Gue tau hari ini
pembagian tugas UTS videography, tapi
enggak usah
dibawa bete gitu kali! Santaaai..” kata Tara.
“Yah ampun Tar...
Gue tuh gaptek banget kalo urusan kamera! Apalagi editing, gue kayak bayi baru lahir! Basi banget sih matkul ini!”
eluh Fanya.
“Iyaaa, tapi kan
ini tugas kelompok! Siapa tau lo sekelompok sama orang yang jago! Atau bisa
jadi si....” tak sempat Tara menyelesaikan ucapannya, Fanya membungkamnya.
“Sssst!!! Bisa enggak sih enggak usah pake toa?! Sekalian aja bikin pengumuman biar
orang pada tau!” kata Fanya.
“Hehehe.. Iya maaf.
Yaudah buru deh yuk kita masuk nanti telat!” ajak Tara.
***
Ruang 203 dipenuhi
mahasiswa-mahasiswa yang duduk tersebar di lantai. Fanya dan Tara segera
menghampiri Ilsa dan Kalin yang duduk di pojok kanan ruangan yang sedang
menyantap sarapan mereka.
“Hei! Makan yuk,
Mama gue bikinin nasi goreng omelet favorit kalian nih!” tawar Kalin pada Fanya
dan Tara.
“Wah, siap, Lin! Lo
pengertan banget sih sama anak kos! Love
youuu..” jawab Tara girang.
“Enggak deh Lin,
gak laper,” sahut Fanya.
“Kenapa lo, Fan?
Lesu amat?!” tanya Ilsa.
“Biasa Sa, paling
gara-gara videography,” jawab Kalin.
“Fanya, lo tuh
jangan bete! Harusnya seneng dan berdoa supaya sekelompok sama...” Fanya juga
membungkam mulut Ilsa.
“Ngomong gue
mutilasi! Tau tempat dong!” Fanya geram.
“Hehehe.. Ampun,
ampun. Eh! Itu doi dateng!” jawab Ilsa sambil melirik pada Oki dan
kawan-kawannya yang baru memasuki ruang 203.
“Duh ilah, mati
gue. Lo pada diem ya awas aja ember!” bisik Fanya.
“Santaaai..” jawab
Ilsa, Kalin, dan Tara serempak.
Tak lama kemudian,
dosen videography, Pak Alex memasuki
ruangan.
“Selamat pagi
semua,” sapanya menghentikan kericuhan mahasiswa-mahasiswa yang bercengkrama.
“Pagi, Pak!” jawab
semua mahasiswa di ruang 203 serempak.
“Oke, langsung saja saya bagikan kelompok UTS yang terdiri dari 2 orang,
dari kelas yang berbeda,” jelas Pak Alex.
***
“Jadi Fan, gue udah punya konsep sih, bikin video ajakannya itu tentang
mengajak mahasiswa untuk tidak mudah terpengaruh akan hoax. Nah, kita banyakin text
box aja tapi yang kreatif!” jelas Oki dengan semangat.
Fanya dengan perasaan yang tak karuan, antara senang dan gugup masih
terdiam, mencerna perkataan Oki untuk dipahaminya. Di sisi lain ruang 203,
ketiga temannya memperhatikan Fanya dan turut merasa senang akan Fanya yang
dengan beruntung dapat satu kelompok dengan Oki, lelaki yang dipujanya,
sekaligus mahir dalam hal videography,
fotography, dan editing.
“Ki.. Gue mau ngasih tau sesuatu nih…” jawab Fanya gugup.
“Apa?” sahut Oki.
“Gue orang terpayah dalam urusan videography,
fotography, editing, atau apa aja
yang bersangkut paut dengan itu… Gue bingung harus bantu apa..” jelas Fanya
yang cemas akan respon Oki setelahnya.
“I know. Enggak apa-apa, kita
kan team work. Gue yakin sedikit demi
sedikit elo bisa. Gue siap ngajarin,” balas Oki dengan senyuman manisnya.
***
Dengan berbekal waktu hanya 2 minggu, Fanya dan Oki harus menyelesaikan
tugas videographynya sebaik mungkin
demi nilai yang memuaskan.
Sudah 3 hari lamanya Fanya dan Oki mulai mengambil gambar yang
diperlukan, mengumpulkan referensi, dan pendapat mahasiswa mengenai topik tugas
videography mereka. Sudah 3 hari
lamanya juga Fanya menahan rasa gugupnya yang luar biasa setiap kali ia bersama
dengan Oki.
***
Setelah 5 hari bekerja sama, Fanya mendapat banyak ilmu yang berguna
mengenai kamera dan cara menggunakannya dengan baik untuk hasil yang indah.
Semakin hari, Fanya semakin mengagumi Oki.
“Gimana Oki?” tanya Kalin yang sedang mengamati Fanya yang melamun.
“Eh? Hmm.. Baik banget. Gimana nih? Gue makin susah nahan gugup!” jawab
Fanya cemas.
“Gue kan udah temenan sama lo dari dulu. Tenang aja, lo itu kalo gugup
enggak keliatan kok!” kata Kalin.
“Takut banget deh gue orangnya tau. Dia tuh stay cool abis! Pikirannya mah kalo lagi berdua ya tugas aja kali,
ya? Lah gue? Ngarep terus,” ujar Fanya.
“Enggak usah mikirin kayak gitu. Lo bersyukur aja udaaah, bisa
sekelompok sama dia. Urusan ngarep-ngarep belakangan!” balas Kalin.
“Iya Lin… Eh, video lo udah sampe mana?” tanya Fanya.
“Baru nge-shoot opening, itu
juga sedikit banget. Bisa jadi ada perubahan. Si Adhya kayak males gitu. Kalo
misalkan enggak tuntas sama dia, gue minta tolong cowo gue aja, ah!” jawab
Kalin dengan wajah kesal.
“Wah… Gue gercep juga dong? Kirain udah pada jauh…” balas Fanya.
“Fanya!” teriak seseorang dari kejauhan. Tak lama, orang yang memanggil
itu semakin mendekat, dan dia adalah Oki.
Fanya melirik Kalin, mengisyaratkannya untuk duluan ke kelas. Tapi,
sepertinya Kalin sengaja ingin mengetahui tujuan Oki menghampiri Fanya.
“Nanti kelas sampe jam berapa, Fan?” tanya Oki.
“Jam 11.30, kenapa?” jawab Fanya.
“Hmm, makan yuk nanti di Tebet. Abis itu, kita lanjutin cari referensi,”
jelas Oki.
Fanya dan Kalin terkejut dengan perkataan Oki. Terutama Fanya, yang tak
pernah menyangka akan mendapat ajakan seperti ini dari Oki.
“Gimana, Fan?” Oki bertanya lagi.
Menyadari Fanya yang masih terdiam karena tak menyangka, Kalin menjawab,
“Bisa kok Ki. Soalnya nanti gue, Ilsa, dan Tara ukm. Fanya sendirian.”
“Eh? Iya bisa, Ki,” akhirnya Fanya bersuara.
“Oke. Nanti jam 12 gue tunggu di lobby,
ya,” ucap Oki seraya melambai pada Fanya dan Kalin dan melengang pergi.
Fanya dan Kalin saling bertatap dan tersenyum lebar. Lalu, mereka
bergegas ke ruang kelas.
***
Fanya dan Oki tiba di sebuah kedai Dimsum, di kawasan Tebet, Jakarta
Selatan. 1 jam lamanya mereka menghabiskan waktu perjalanan dari kampus dengan
menggunakan sepeda motor. Selama perjalanan itu, Fanya tak kuasa menahan
groginya karena sangat berdekatan dengan Oki.
Ketika mereka memasuki Kedai yang sedikit ramai, Oki menggandeng tangan
Fanya sambil mencari-cari tempat untuk duduk.
Hal ini membuat jantung Fanya berdetak semakin tak karuan. Lalu, Oki memesan dua porsi dimsum dengan dua thai tea. Fanya hanya terdiam karena masih gugup mengingat
tangannya baru saja digandeng Oki tadi.
Tak lama, makanan pun datang. Mereka berdua makan dengan nikmat. Dimsum
di sini memang terkenal kenikmatannya. Fanya yang tadinya sangat sangat gugup,
mencoba menenangkan dirinya dengan menyantap dimsum di depannya setenang
mungkin.
“Butuh berapa lagi ya Fan untuk referensi?” tanya Oki.
“Hmm, kayaknya tinggal bukti berita atau isu-isu hoax yang tersebar bulan belakangan ini deh,” balas Fanya yang baru
saja menyelesaikan makan siangnya.
“Oh, itu. Oke, bisa kali ya nanti malem aja?” tanya Oki lagi.
“Iya. Eh, kita termasuk cepet loh ngerjain videonya. Temen-temen gue
masih proses shooting opening. Kita
abis referensi terakhir, tinggal satuin materinya, kan?”
“Iya. Kan, karena elo, Fan. Tuntas ngerjain materinya, hehe. Kalo gue
doang mah, enggak akan secepet ini,” puji Oki.
“Ih, enggak dong. Kan elo yang kebanyakan ngajarin gue. Makasih ya,”
Fanya tersenyum kikuk.
“Hahaha, iya-iya sama-sama ya,” Oki tertawa sambal mengacak-acak rambut
Fanya.
“Eh, Fan, gue kira awalnya, lo cuek-bebek gitu. Jadi, agak takut nanti
dikacangin kerja kelompoknya. Beruntung gue sekelompok sama lo jadi kenal,
hehehe…” kata Oki yang membuat Fanya semakin gugup saking senangnya.
“Enggak kok…” jawab Fanya kikuk.
“Lo suka review film gitu ya,
Fan? Gue liat di blog lo. Keren,
rajin banget nge-blognya!” puji Oki.
“Iya tapi Cuma beberapa film yang emang gue suka, atau udah ngikutin
dari awalnya, hehe. Kalo ga nge-blog
mah apalagi kerjaan gue,” jawab Fanya.
“Tinggal ditambahin desain aja, Fan. Atau ganti website? Pengunjung lo udah banyak gitu,” kata Oki.
“Iya mau banget, tapi gue masih kurang ngerti dan bingung nanti desain
gimana. Itu dulu yang desain blog gue sepupu. Sekarang dia kuliahnya di Bali.
Jauh, jarang ketemu,” jelas Fanya.
“Nanti deh gue bantuin, sedikit-sedikit ngerti web design hehehe,” ucap Oki.
“Wah, Ki. Jadi ngerepotin terus nih,” jawab Fanya girang.
“Enggak, gue kan juga gaada kerjaan selain pegang kamera. Kalo udah mau,
chat aja,” balas Oki dengan senyum manisnya.
“Iya siap! Hehehe,” ucap Fanya.
“Eh, btw, siapa nih aktor atau
aktris favorit lo, Fan?” tanya Oki.
“Banyakkk. Tapi yang paling suka sih, Rachel McAdams sama Nick J
Robinson,” jawab Fanya.
“Kebetulan kan Rachel McAdams ada film barunya? Apa ya, gue lupa,” balas
Oki.
“Iya, Disobedience, udah
keluar dari 2 hari yang lalu,” jelas Fanya.
“Udah nonton?” tanya Oki.
“Belum sih,” jawab Fanya yang gugup akan jawaban Oki selanjutnya.
“Mau nonton? Lanjut Kokas aja abis ini,” ajak Oki yang membuat Fanya
melambung tinggi.
“Hmm… Mau banget sih, tapi gapapa?” tanya Fanya takut-takut.
“Gapapa dong. Kan gue yang ngajak. Cek dulu ya jadwal tayangnya,” kata
Oki yang langsung membuka smartphonenya.
Dalam hati, Oki turut senang ajakannya berhasil. Sebenarnya, iya sudah
tahu artis kesukaan Fanya dari blognya.
Ia sengaja bertanya seolah tak tahu, karena memang ingin mengajak Fanya nonton
hari ini.
“Ada nih Fan, jam 15.15. Mau?” tanya Oki.
“Mau, hehehe,” jawab Fanya kikuk.
***
Semenjak kejadian di Tebet, Fanya dan Oki semakin akrab. Bahkan, setiap
hari mereka berhubungan via chat di smartphonenya. Ilsa, Kalin, dan Tara
turut senang. Bahkan sangat senang. Teman baik mereka bisa akrab dengan lelaki
pujaannya.
Beberapa hari kemudian, tibalah hari pengumpulan tugas videography. Hal ini menandakan,
berakhirnya kerja kelompok Fanya dan Oki. Fanya cemas, dengan berakhirnya kerja
kelompok dengan Oki, mereka tak akan sedekat ini lagi.
“Kalo misalkan gue jadi jauh, gimana ya?” tanya Fanya kepada ketiga
temannya.
“Kan, katanya dia janji bantuin lo bikin web dan nge-desain? Enggak
jauh, dong,” jawab Ilsa menenangkan Fanya.
“Iya sih, tapi ga akan se-intens tugas…” balas Fanya lesu.
“Jangan pesimis gitu, Fan. Kan udah deket, seneng-seneng aja ya? Jangan
pikirin hal buruk terus,” kata Tara.
“Iya, Fan. Tenang aja, gue yakin Oki juga sekarang udah nyaman deket
sama lo. Secara dia terus yang ngajak hang
out. Hampir setiap hari lo makan bareng sama dia, kan? Btw, sekarang dia
kemana?” kata Kalin.
“Masih kelas. Nanti sore dia minta bantuin upload tugas videographynya
ke youtube,” balas Fanya.
“Tuh kan, upload aja minta
temenin. Pasti dia udah nyaman Fan sama lo,” kata Ilsa.
Dalam hati, Fanya mengamini semua perkataan temannya.
***
Fanya dan Oki semakin akrab setiap harinya. Mereka telah mengenal satu
sama lain. Hampir setiap malam, mereka bercengkrama via telepon. Padahal, di
kampus mereka selalu bertemu. Keduanya telah memiliki rasa suka mendalam satu
sama lain. Keduanya merasa nyaman dengan kedekatan mereka.
Tak terasa, 8 bulan lamanya mereka dekat satu sama lain. Dan mengisi
hari-hari mereka dengan kisah manis.
Fanya seringkali membuatkan bekal untuk Oki. Bahkan, Fanya pernah diajak
Oki untuk masak di rumahnya. Setelah itu, Fanya semakin sering berkunjung ke
rumah Oki dan sudah mengenal kedua orang tua Oki, kakak Oki, dan 2 adik Oki.
Suatu hari, Oki mengajak Fanya menghadiri pernikahan sepupunya di
Cirebon. Keluarganya berangkat lebih dahulu karena menginap. Sedangkan Fanya
dan Oki menyusul dengan mobil yang dikendarai Oki. Di sana, Fanya mengenal
beberapa anggota keluarga besar Oki. Oki bahkan dengan terang-terangan,
menyatakan kedekatan mereka.
Seusai acara, Oki dan Fanya pulang lebih dahulu karena besok mereka
harus kuliah. Sedangkan keluarga Oki, masih menginap sekaligus liburan bersama
keluarga besar.
Sesampainya di kos Fanya, Oki menyatakan perasaannya selama ini terhadap
Fanya. Oki juga mengatakan tujuan dan keinginannya untuk terus bersama Fanya. Dengan senang hati, Fanya menjawab sesuai keinginan Oki. Fanya pun tak
malu lagi menyatakan perasaannya.
Cukup lama mereka membutuhkan waktu untuk mengenal satu sama lain dan
memahami kepribadian masing-masing. Hingga akhirnya, mereka menyatakan perasaan
dan keinginannya masing-masing.
Fanya tak pernah sekali pun menyangka hal ini. Seorang Oki yang menjadi
idaman semua orang, Oki yang cerdas, karismatik, dan baik hati bisa menjadi
pasangannya. Semua berkat tugas UTS videography,
dan dukungan teman-teman dekatnya, Kalin, Ilsa, dan Tara.
***
Cerita pendek ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas Ujian Tengah Semester V Mata Kuliah Sastra, Program Studi Jurnalistik, Politeknik Negeri Jakarta.
Cerita ini hanya fiktif semata.
Oki lucu banget: ((( tipe tipe karakter wattpad
BalasHapus