Oktober 08, 2017

AYAH KEDUA

ayah-kedua

Di kala tameng utama tak hadir, kami membutuhkan penggantinya. Lalu ia datang dengan sukarela. Dengan keyakinan penuh walau kemampuan dianggap tak kuasa. Kakak, kehadiranmu membangun kembali tameng bagi kami. Untuk kami melawan segala kekhawatiran. Bagimu, hidup kami adalah hidupmu. Bagimu, kebahagiaan kami adalah kebahagiaanmu. 

Ketika sosok ayah membutuhkan bantuan untuk merawat keluarganya, tak semua anak akan sukarela mengorbankan waktunya untuk melaksanakan hal itu. Tetapi, berbeda dengan sesosok laki-laki yang memiliki 10 adik ini. Dengan inisiatifnya, ia mengambil tindakan nyata untuk mewakili ayahnya merawat keluarga dalam segi apa pun. Tanpa perintah, tanpa arahan, tanpa ‘embel-embel’ kewajiban ataupun tuntutan, nama keluarga sudah dipikulnya. 

Dennis Marvan Damsyik, anak pertama dari 11 bersaudara. Merawat 11 anak bagi orang tuanya adalah hal yang cukup sulit, apalagi bagi laki-laki yang kerap disapa abang ini. Dengan sifat, sikap, dan perilaku yang berbeda-beda, abang tetap merawat adik-adiknya, memanjakannya, dan melindunginya dengan segenap kemampuan. Padahal, saat itu abang tengah menempuh jenjang pendidikan di perguruan tinggi swasta di Jakarta. 

Ketika sang ayah mencari nafkah di luar tanah air, ekonomi keluarga abang mengalami ketidakstabilan. Keluarga yang terdiri dari 11 orang bersaudara, tentunya memerlukan pengeluaran yang tidak sedikit. Saat itu, adik kembar bungsunya baru saja memasuki Sekolah Dasar (SD). Beruntunglah abang memiliki jiwa pengusaha sejak kecil. 

Dimulai sejak abang berusia 7 tahun. Saat itu keluarga abang baru terdiri dari 3 bersaudara, ia dengan dua adik perempuannya yang tinggal di rumah susun Klender, Jakarta Timur. Suatu hari, abang pulang sekolah dengan membawa banyak gasing yang membuat ibunya bingung, “Untuk apa membawa gasing sebanyak itu?” Ternyata, dengan uang jajannya, abang membeli banyak gasing untuk dijual kembali. 

Tak hanya berakhir disitu. Setiap hujan turun, abang akan bergegas menuju perempatan jalan raya yang tak jauh dari rumahnya untuk menjadi ojek payung. 

Tak puas menjual gasing dan menjadi ojek payung, abang membuka penyewaan nintendo yang dibelikan ayahnya. Lalu, karena ayahnya juga suka membaca buku, abang juga menyewakan buku-buku koleksi ayah kepada tetangga, pegawai-pegawai yang tinggal tak jauh dari rumahnya saat itu, dan juga kepada teman-temannya. Abang melakukan semua itu bukan karena kesusahan yang melanda keluarganya, bahkan ayahnya masih dalam kondisi perekonomian yang cukup baik saat itu. 

Lalu, di setiap bulan ramadhan, abang ditemani ayah berbelanja kembang api ke Pasar Induk Tanah Abang untuk dijual. Abang berjualan di seberang jalan rumah susun, dengan meja dan lampu yang dipasang oleh ayah. Pukul 05.00 WIB, abang mulai berjualan hingga dagangannya laris-manis. 

Semangat wirausahanya pun dibuktikan kembali ketika ayah mencari nafkah di negeri nun jauh di sana. Saat itu abang sedang menginjak semester 4 di perkuliahannya. Karena ayahnya diharuskan pergi, abang terpaksa mencutikan kuliahnya. Abang melakukan itu bukan untuk bermalas-malasan, melainkan untuk bisa fokus mencari sumber pendapatan lain untuk keluarga. 

Dengan modal dari hasil penjualan motornya dan pinjaman, abang membuka usaha rental Play Station (PS) di halaman rumah. Saat itu, abang telah bertempat tinggal di Perumahan Bumi Bekasi Baru, Bekasi Timur. Namun, karena kurangnya dukungan dari ibuku, abang tak melanjutkan usaha rental PSnya. Abang memutuskan untuk membuka usaha baru, yaitu cuci steam motor dan mobil. Beriringan dengan itu, abang juga membuka usaha warung kecil-kecilan di kios rental PS yang telah ditutup itu. 

Tak lama, abang memilih untuk tidak melanjutkan usaha cuci steam motor dan mobil dan membuka usaha baru, yaitu rental pengetikan komputer yang hingga kini berjalan dan berubah menjadi toko komputer yang cukup besar. Setelah sukses mendirikan usaha rental pengetikan komputer, abang membuka usaha konter handphone dan pulsa yang berlangsung tidak begitu lama, karena abang menggantinya dengan usaha pangkas rambut pria. 

Abang melakukan itu semua dengan mengorbankan perkuliahannya yang ia cutikan selama 5 tahun. Ia bertekad untuk tidak hanya mencukupi nafkah keluarga, namun memberikan yang terbaik untuk melihat senyuman Ibu dan saudara-saudara yang begitu disayanginya. 

Pernah suatu hari, sepupu abang memberikan undangan ulang tahun ke-17, yang hanya bisa diikuti oleh orang dewasa. Kedua adik kembarnya sedih karena tidak diperbolehkan ikut. Akhirnya, abang mengalah untuk tidak ikut dan mengajak adik kembarnya jalan-jalan dengan motornya. Ketika dalam perjalanan pulang, mereka kehujanan hingga basah seluruh tubuh. Esoknya, abang sakit. Betapa sayang abang pada adik-adiknya, hingga rela mengorbankan kesehatan dirinya. 

Jika kedua adik kembarnya sedang mengunjungi toko komputer abang di Duren Sawit, Jakarta Timur, abang selalu menyediakan makanan untuk mereka. Seringkali abang menawarkan makanan yang enak dan mahal, yang diutamakan untuk kedua adik kembarnya. Bahkan, terkadang abang memilih membeli makan yang lebih sederhana agar ‘si kembar’ bisa makan enak.

Walaupun dirinya tak sempurna, walaupun sikapnya tak selalu manis, walaupun terkadang amarahnya bisa menyakiti hati, abang tetap menjadi pelindung bagi keluarganya. Walaupun orang lain berusaha menjatuhkannya, ia tetap berdiri untuk menghalau rasa takut orang-orang terkasihnya. 

Jika di dunia ini ada hari kakak, tentu adik-adiknya akan mendedikasikan sepenuhnya untuk kakak sulung mereka ini, Bang Dennis. Hari ayah pun, pantas didedikasikan untuk abang sebagai ayah kedua bagi ke-10 adiknya. Bagi mereka, kehidupan tanpa abang akan sangat terasa ombang-ambingnya yang belum tentu mereka sanggup melewati. 

Bagi keluarganya, abang tak hanya sekadar kakak tertua, tetapi abang adalah anugerah dalam hidup mereka.

4 komentar: